Senin, 27 April 2020

Tugas 1 Perekonomian Indonesia


Kondisi perekonomian Indonesia pada zaman pemerintahan
Jokowi-JK sampai dengan saat ini (Jokowi - Ma'ruf Amin)


Sudah empat tahun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengemban tugasnya sebagai pemimpin Negara Republik Indonesia.  Pemerintahan tersebut telah berlangsung empat tahun tepat pada Sabtu, 20 Oktober 2018 lalu .
Dalam masa pemerintahan, stabilitas kondisi perekonomian menjadi salah satu kunci pembangunan manusia unggul. Untuk itu, pemerintah menjaga dan mendorong perekonomian nasional serta meningkatkan daya saing nasional melalui terobosan-terobosan di berbagai bidang. Namun, dalam beberapa tahun belakangan, khususnya di tahun 2018, gejolak perekonomian yang dihadapi dunia juga tentunya berdampak pada kondisi ekonomi yang ada di Indonesia. 
Beberapa kondisi ekonomi yang memburuk setahun belakang di antaranya, memanasnya perang dagang China dengan Amerika Serikat, gejolak harga minyak seiring memanasnya kondisi geopolitik Timur Tengah, hingga ancaman sanksi ekonomi baru AS atas Iran. Kemudian pengetatan kebijakan moneter Bank Sentral AS dengan menaikkan Fed Funds Rate secara bertahap. Sentimen negatif lainnya adalah tren penguatan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mayoritas mata uang negara-negara di dunia, utamanya negara berkembang, termasuk rupiah. Bahkan, rupiah melampaui batas level psikologis Rp15.000 per dolar AS. Kendati menghadapi ketidakpastian global, dengan kerja keras  dan kebijakan yang konsisten, indikator makro ekonomi tetap terjaga dan terus menunjukkan peningkatan ke arah yang lebih baik.

·        Pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi cenderung stagnan di sekitar lima persen selama empat tahun pemerintahan Jokowi-JK. Sentimen global dan internal mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meski demikian, Indonesia mampu stabil di tengah ketidakpastian ekonomi global. Mengutip data BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,02 persen pada 2014. Selanjutnya pertumbuhan tersebut turun menjadi 4,88 persen pada 2015. Angka tersebut meleset dari asumsi makro dalam APBN 2015 sekitar 5,8 persen.

Pemerintah pun mampu menaikkan pertumbuhan ekonomi menjadi 5,03 persen pada 2016. Pertumbuhan ekonomi tersebut juga di bawah target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar 5,2 persen. Ekonomi Indonesia masih tumbuh 5,07 persen pada 2017. Angka pertumbuhan ekonomi itu juga di bawah asumsi dalam APBN 2017 sekitar 5,1 persen. Pada 2018, ekonomi Indonesia mampu tumbuh 5,17 persen. Angka itu meleset dari target APBN 2018 sebesar 5,4 persen.

Pemerintah menyatakan, tekanan makro ekonomi global turut pengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kalau dilihat dari 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 termasuk yang tertinggi. Bila dibandingkan negara-negara G20, pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk yang tinggi di kisaran lima persen. China dan India masih membukukan pertumbuhan ekonomi di atas Indonesia. China mencatatkan ekonomi tumbuh 6,4 persen dan India sekitar 7,1 persen. Terkait pertumbuhan ekonomi masih di kisaran lima persen, Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menilai, pemerintah Indonesia masih bergantung pada komoditas. Di sisi lain industri pengolahan manufaktur kurang optimal sehingga ada perpindahan ke industri jasa.

"Dalam 10 tahun ini juga tren investasi ke industri pengolahan manufaktur turun,sekitar di bawha lima persen. Perlu ada kebijakan struktural untuk dukung industri pengolahan manufaktur," kata Josua. Ia mengatakan, bila pemerintah Indonesia mampu membenahi industri pengolahan juga dapat mengatasi impor. Hal itu membuat Indonesia tidak tergantung dengan barang impor.

Selain itu, angka pengangguran juga terus menurun mencapai 5,13 persen dibarengi dengan peningkatan kesempatan kerja.  Tingkat inflasi  pada kisaran 3 persen yang menjaga daya beli masyarakat  dan memberi ruang  bagi dunia usaha. Untuk pertama kalinya, angka kemiskinan juga menurun pada level satu digit 9,82 persen serta rasio Gini di level 0,389. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga mengatakan angka kemiskinan menurun dari 10,96 persen di 2014, kemudian pada Maret 2018 berada di angka  9,82 persen. "Penurunan rasio gini tercatat 0,389 di Maret 2018, dari semula 0,414 persen di 2014," ungkapnya.

Menurut Moeldoko, angka pengangguran juga turun menjadi 5,13 persen hingga Februari 2018. Seiring itu, dalam empat tahun pemerintahan Jokowi-JK telah terserap 8,7 juta orang dalam lapangan kerja. Dia mengklaim keuangan negara dikelola dengan hati-hati. Defisit APBN dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Utang pemerintah  dikelola untuk mendukung pembangunan program-program prioritas dan sektor  produktif.  Bersama otoritas moneter, kata dia, pemerintah mengambil langkah-langkah  strategis terutama dalam menjaga nilai tukar rupiah dan mengatasi defisit neraca transaksi berjalan.

Selanjutnya Menko Darmin menilai kinerja fiskal jelas makin menguat. “Memang sempat 2-3 tahun lalu ada kelemahan, terutama kegiatan ekonomi sektor riil. Kita terus membangun infrastruktur. Ada banyak mengkritik utang jaman pemerintahan ini angkanya tinggi. Tapi kini dibarengi pertumbuhan ekonomi yang stabil,” jelasnya.

        Realisasi investasi di Indonesia

Sementara itu, kinerja pemerintahan empat tahun Jokowi- JK yang disoroti adalah mengenai efisiensi regulasi. Efisiensi regulasi merupakan salah satu kunci utama akselerasi pembangunan ekonomi. Regulasi yang baik memberikan ruang luas bagi investasi dan dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan. Realisasi investasi pada Semester I 2018 mencapai Rp361 triliun atau 47,2 persen dari target di tahun 2018. Faktor global berdampak pada sedikit penurunan PMA (penanaman modal asing), tetapi porsi investasi dalam negeri meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Peran domestik pun semakin kuat. Sejak 2017, Indonesia sudah dikategorikan sebagai negara dengan peringkat layak investasi oleh tiga lembaga pemeringkat internasional terkemuka. 
Status ini menjadi indikasi, Indonesia lebih dipercaya oleh investor internasional.


      Inflasi

 Selama empat tahun pemerintahan Jokowi-JK, inflasi cenderung stabil dan terkendali. Hal ini lantaran inflasi Indonesia berada di bawah lima persen. Sebelumnya pada 2012, inflasi pernah mencapai 4,3 persen. Kemudian kembali melonjak hingga 8,38 persen pada 2013. Mengutip data Bank Indonesia (BI), inflasi tercatat 8,36 persen pada 2014. Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya mampu menekan inflasi menjadi 3,35 persen pada 2015. Kemudian kembali turun menjadi 3,02 persen pada 2016.  Akan tetapi, inflasi kembali naik menjadi 3,61 persen pada 2017. Inflasi sepanjang 2017 merupakan tertinggi pada masa pemerintahan Jokowi-JK. Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan, penyebab inflasi 2017 didorong kenaikan tarif listrik yang menyumbang 0,81 persen. Lalu pemerintah mampu menekan inflasi menjadi 3,13 persen pada 2018.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, selama empat tahun pemerintahan Jokowi-JK, pemerintah serius menjaga inflasi. Salah satunya dengan membangun konektivitas lewat infrastruktur. Hal itu membuat arus pengalihan barang dari Jawa ke wilayah lainnya termasuk ke Indonesia timur menjadi lebih mudah. "Infrastruktur meningkat memberi kemudahan mengalihkan suplai secara keseluruhan dari daerah ke Jawa dan sebaliknya," ujar Josua. Selain itu, Josua menilai koordinasi Bank Indonesia (BI) dan pemerintah semakin optimal dalam empat tahun ini. "TPID semakin diperkuat, koordinasi termasuk di daerah didorong sehingga menciptakan harga stabil. Selain itu secara global, harga komoditas cenderung turun," kata dia.
                                        

·       Neraca APBN dalam Kondisi Aman, Kredibel dan Sehat

Hal yang disoroti lainnya, menurut catat Kementerian Keuangan, ialah defisit APBN menurun setiap tahun, dari 2,3 persen terhadap PDB pada 2014 menuju kisaran 2,1 persen tahun 2018 (outlook). Bahkan dalam RAPBN 2019, pemerintah mengusulkan defisit di bawah 2 persen terhadap PDB. Hal ini menunjukkan komitmen untuk menjaga sustainabilitas APBN dan kebijakan fiskal sebagai bantalan menghadapi kondisi ekonomi dunia yang penuh ketidakpastian.

Selain itu, defisit keseimbangan primer diturunkan hingga mendekati Rp0 pada 2019. Penurunan defisit APBN diikuti dengan penurunan defisit keseimbangan primer. Tren penurunan tersebut terjadi sejak tahun 2014 yaitu dari Rp93,3 triliun (0,92 persen terhadap PDB) menjadi Rp64,8 triliun (0,44 persen terhadap PDB). Penurunan defisit keseimbangan primer menunjukkan kemampuan membayar bunga utang dari sumber pendapatan negara (pajak dan PNBP) meningkat.

Kontribusi penerimaan perpajakan meningkat Kontribusi penerimaan perpajakan meningkat signifikan dari 74 persen dari total pendapatan negara pada 2014 menjadi kisaran 81 persen di tahun 2018. Hal ini didukung reformasi perpajakan, peningkatan pelayanan dan kepatuhan, serta utilisasi teknologi informasi. Sejalan dengan meningkatnya kontribusi penerimaan perpajakan dan komitmen untuk mendukung kemandirian APBN, menurut Kemenkeu, pertumbuhan pembiayaan utang juga semakin menurun. Pada 2018 pembiayaan utang tumbuh negatif 9,7 persen dibandingkan 2014 yang tumbuh positif 14,6 persen. Kondisi tersebut diikuti dengan penurunan penerbitan SBN (netto), dan tumbuh negatif 12,2 persen pada 2018. Hal ini jauh lebih rendah dari pertumbuhan penerbitan SBN (netto) pada 2014 yang tumbuh positif 17,8 persen.

Data Neraca Perdagangan
2014:
Ekspor tercatat USD 176,29 miliar
Impor tercatat USD 178,18 miliar
Defisit: USD 1,89 miliar

2015:
Ekspor tercatat USD 150,3 miliar
Impor tercatat USD 142,7 miliar
Surplus USD 7,52 miliar

2016:
Ekspor tercatat: USD 144,43 miliar
Impor tercatat: USD 135,6 miliar
Surplus USD 8,78 miliar

2017:
Ekspor tercatat: USD 168,73 miliar
Impor tercatat: USD 156,8 miliar
Surplus USD 11,84 miliar

2018:
Ekspor tercatat: USD 180,06 miliar
Impor tercatat: USD 188,63 miliar
Defisit USD 8,57 miliar
               
Neraca Transaksi Berjalan
 
Mengutip data Bank Indonesia (BI), defisit transaksi berjalan mencapai 2,95 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2014. Kemudian defisit tertekan menjadi 2,06 persen pada 2015. Selanjutnya defisit transaksi berjalan turun menjadi 1,8 persen terhadap PDB pada 2016. Lalu defisit transaksi berjalan susut menjadi 1,7 persen dari PDB pada 2017. Defisit transaksi berjalan makin melebar menjadi 2,98 persen terhadap PDB pada 2018.


 
Sumber :
https://www.bareksa.com/id/text/2018/10/23/empat-tahun-pemerintahan-jokowi-jk-bagaimana-kondisi-ekonomi-indonesia/20656/news
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3940859/meneropong-kondisi-makro-ekonomi-indonesia-di-era-jokowi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Koperasi Di Indonesia Harus Terus Meningkatkan Kinerja dan Produktivitasnya Agar Dapat Menjadi Koperasi Berskala Internasional

  ABSTRAK Objektif : Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbandingan omzet dan jumlah anggota dari 5 Koperasi dari 300 Koperasi Du...